Kisah Tukang Bakso Naik Haji
Di suatu senja sepulang kantor, saya masih berkesempatan untuk mengurus tanaman di depan rumah.
Di kala tangan sedikit berlumuran tanah kotor, terdengar suara tek.. tek
..tek... rupanya suara tukang bakso dorong lewat. Sambil menyeka
keringat, saya hentikan tukang bakso itu dan memesan beberapa mangkok
bakso. Selesai makan bakso, lalu saya membayarnya.
Ada satu hal yang menarik ketika saya membayarnya, si tukang bakso
memisahkan uang yang diterimanya. Yang satu disimpan di laci, yang satu
ke dompet, yang lainnya ke kaleng bekas kue semacam kencleng. Lalu saya
bertanya,
“Mang kalau boleh tahu, kenapa uang-uang itu dipisahkan?”
“Iya pak, memang sengaja saya memisahkan uang ini selama jadi tukang
bakso yang sudah berlangsung hampir 17 tahun. Tujuannya sederhana saja,
hanya ingin memisahkan mana yang menjadi hak saya, mana yang menjadi hak
orang lain, dan mana yang menjadi hak cita-cita penyempurnaan iman
seorang muslim”.
“Maksudnya?”, saya melanjutkan bertanya.
“Iya Pak, agama Islam menganjurkan kita agar bisa berbagi dengan sesama.
Sengaja saya membagi 3 tempat, dengan pembagian sebagai berikut :
1. Uang yang masuk ke dompet, artinya untuk memenuhi keperluan hidup sehari-hari untuk keluarga.
2. Uang yang masuk ke laci, artinya untuk infaq /sedekah, atau untuk
melaksanakan ibadah Qurban. Dan alhamdulillah selama 17 tahun menjadi
tukang bakso saya selalu ikut qurban seekor kambing, meskipun kambingnya
yang ukuran sedang saja.
3. Uang yang masuk ke kencleng, karena saya ingin menyempurnakan agama
yang saya pegang yaitu Islam. Islam mewajibkan kepada umatnya yang mampu
untuk melaksanakan ibadah haji.
Ibadah haji ini tentu butuh biaya yang besar, Maka kami sepakat dengan
istri bahwa di setiap penghasilan harian hasil jualan bakso ini kami
harus menyisihkan sebagian penghasilan sebagai tabungan haji.
Dan insya Allah selama 17 tahun menabung, sekitar 2 tahun lagi saya dan istri akan melaksanakan ibadah haji.
Hati saya sangat tersentuh mendengar jawaban itu. Sungguh sebuah jawaban
sederhana yang sangat mulia. Bahkan mungkin kita yang memiliki nasib
sedikit lebih baik dari si tukang bakso tersebut, belum tentu memiliki
pikiran dan rencana indah dalam hidup seperti itu. Dan seringkali
berlindung di balik tidak mampu atau belum ada rejeki.
Terus saya melanjutkan sedikit pertanyaan “Iya tapi kan ibadah haji itu
hanya diwajibkan bagi yang mampu? termasuk memiliki kemampuan dalam
biaya?
Ia menjawab, “Itulah sebabnya Pak, justru kami malu kepada Allah karena
sebenarnya kami sudah diberi rizki. Semua orang pasti mampu kok kalau
memang niat? Menurut saya definisi 'mampu' adalah tergantung dari kita
untuk menafsirkannya sendiri.
Kalau kita mendefinisikan diri sendiri sebagai orang tidak mampu, maka
mungkin selamanya kita akan menjadi manusia tidak mampu. Sebaliknya
kalau kita mendefinisikan diri sendiri, 'mampu', maka Insya Allah dengan
segala kekuasaan dan kewenangannya Allah akan memberi kemampuan pada
kita kok."
“Masya Allah… sebuah jawaban dari seorang tukang bakso”.
Cerita perjalanan spiritual ini sangat sederhana dan jadi inspirasi. Semoga memberi hikmah terbaik bagi kehidupan kita.
Dalam hadits Qudsi, “Sesungguhnya Allah berfirman: Aku akan mengikuti
prasangka hamba-Ku dan Aku akan senantiasa menyertainya apabila berdoa
kepada-Ku” (HR. Bukhari Muslim)
FB islamic motivation
Kang Marno |
Dari : Bandung Social Community
0 komentar: