Menguak Monumen Nasional (MoNas)
Menurut sejarahnya, bangunan setinggi
128,70 meter ini dibangun pada era Presiden Sukarno, tepatnya tahun
1961. Awalnya, sayembara digelar oleh Sukarno untuk mencari lambang yang
paling bagus sebagai ikon ibukota negara. Sang Presiden akhirnya jatuh
hati pada konsep Obeliks yang dirancang oleh Friederich Silaban. Namun
saat pembangunannya, Sukarno merasa kurang sreg dan kemudian
menggantinya dengan arsitek Jawa bernama Raden Mas Soedarsono. Sukarno
yang seorang insinyur mendiktekan gagasannya kepada Soedarsono hingga
jadilah Tugu Monas seperti yang dapat kita saksikan saat ini.
Proyek mercusuar pembangunan
Monumen Nasional tersebut sesungguhnya dilakukan saat kondisi keuangan
negara dalam masa kritis yang sangat hebat. Pada saat itu, Sukarno juga
tengah mengerjakan proyek lainnya yang mungkin dianggap lebih ‘mulia’,
yakni pembangunan Masjid Istiqlal, masjid terbesar se-Asia Tenggara.
Dihadapkan pada pilihan sulit, akhirnya Sukarno lebih memilih
merampungkan proyek Tugu Monas daripada rumah Allah tadi. Uniknya, kedua
proyek besar tersebut selesai saat Presiden Sukarno sudah tidak
berkuasa lagi pasca pemberontakan G 30 S PKI.
1. Ukuran dan Isi Monas:
Monas dibangun setinggi 132 meter dan berbentuk lingga yoni. Seluruh bangunan ini dilapisi oleh marmer.
2. Lidah Api:
Di
bagian puncak terdapat cawan yang di atasnya terdapat lidah api dari
perunggu yang tingginya 17 meter dan diameter 6 meter dengan berat 14,5
ton. Lidah api ini dilapisi emas seberat 45 kg. Lidah api Monas terdiri
atas 77 bagian yang disatukan.
3. Pelataran Puncak:
Pelataran
puncak luasnya 11x11 m. Untuk mencapai pelataran puncak, pengunjung
bisa menggunakan lift dengan lama perjalanan sekitar 3 menit. Di
sekeliling lift terdapat tangga darurat. Dari pelataran puncak Monas,
pengunjung bisa melihat gedung-gedung pencakar langit di kota Jakarta.
Bahkan jika udara cerah, pengunjung dapat melihat Gunung Salak di Jawa
Barat maupun Laut Jawa dengan Kepulauan Seribu.
4. Pelataran Bawah:
Pelataran
bawah luasnya 45x45 m. Tinggi dari dasar Monas ke pelataran bawah yaitu
17 meter. Di bagian ini pengunjung dapat melihat Taman Monas yang
merupakan hutan kota yang indah.
5. Museum Sejarah Perjuangan Nasional:
Di
bagian bawah Monas terdapat sebuah ruangan yang luas yaitu Museum
Nasional. Tingginya yaitu 8 meter. Museum ini menampilkan sejarah
perjuangan Bangsa Indonesia. Luas dari museum ini adalah 80x80 m. Pada
keempat sisi museum terdapat 12 diorama (jendela peragaan) yang
menampilkan sejarah Indonesia dari jaman kerajaan-kerajaan nenek moyang
Bangsa Indonesia hingga G30S PKI.
Sukarno yang terkenal flamboyan
saat itu lebih memilih Monas karena merupakan simbol phallus raksasa.
Tidak aneh jika simbol ibukota negaranya adalah simbol kejantanan
seorang pria (phallus). Sukarno adalah seorang visioner yang tidak
tanggung-tanggung dan berpandangan jauh ke depan. Dia tidak membiarkan
pembangunan phallus/lingga sendirian. Saat bersamaan, dia juga
memerintahkan pembangunan ‘pasangannya’, yakni Yoni sebagai simbol
perempuan, tepat di atas Monas. Jadilah Monas seperti yang terlihat
sekarang, sebuah bangunan lambing penyatuan Lingga dan Yoni, simbol
laki-laki dan perempuan.
Menurut penuturan Dan Brown
dalam novel fenomenalnya, penyatuan Lingga dan Yoni merupakan ritus
purba seksual, Persetubuhan Suci (The Sacred Sextum). Ini adalah ritual
tertinggi bagi kelompok-kelompok penganut Luciferian (penyembah setan)
seperti halnya Ksatria Templar dan Freemasonry.
Monas adalah The Sacred Sextum
Tugu
Monas hanyalah salah satu dari obelisk-obelisk lain yang tersebar di
pusat-pusat kota seluruh dunia. Obelisk tertua berasal dari kebudayaan
Mesir Kuno, simbol menjulang menuju dewa tertinggi bangsa pagan purba
(dan modern). Selain Kairo dan Jakarta, obelisk asli Mesir dapat kita
saksikan di ibukota penguasa dunia saat ini, Washington DC Amerika
Serikat. Lokasinya tepat di depan Capitol Hill tempat presiden-presiden
Amerika terpilih mengucapkan sumpahnya secara turun-temurun. Obelisk
atau phallus juga bisa kita jumpai tepat di tengah lapangan Basilika
Santo Petrus, Vatican City, negara tempat pemimpin umat Katholik Roma
sejagat raya. Phallus modern juga dapat berupa obelisk baja yang
menjulang di tengah-tengah ibukota Perancis, Paris berupa Menara Eiffel.
Obelisk adalah simbol kejantanan, kekuatan, dan kekuasaan
Jika
kita cermati bersama, keberadaan Tugu Monas di jantung ibukota negara
Republik Indonesia adalah sebuah ejekan tak kentara terhadap sila
pertama Pancasila. Monas adalah lambang Persetubuhan Suci yang dilakukan
tanpa malu-malu di sekeliling rumah Tuhan. Dia mengejek Gereja Imanuel,
dia mengejek Gereja Katedral, dan dia juga mengejek Masjid Istiqlal.
Terhadap rumah Tuhan-rumah Tuhan yang mengelilinginya, Monas seakan
mencibir, “Lihatlah aku, aku lebih tinggi dan lebih megah ketimbang
kalian, dan yang pasti pengikutku lebih banyak dari penghuni kalian,
hahahaha...”
Dan memang ada benarnya, Monas
adalah simbol dari tabiat bangsa ini dari waktu ke waktu yang semakin
tidak memiliki rasa malu. Di bawah naungannya, di antara rindangnya
pepohonan dan rimbunnya semak-semak di sekitarnya, tidak siang tidak
malam, banyak manusia yang melakukan ritus purba seperti yang
ditunjukkan penyatuan Lingga dan Yoni, Monas. Kebanyakan pelakunya
adalah muda-mudi yang tidak tahu diri dan tidak memiliki harga diri
lagi.
Dan, rahasia Tugu Monas yang
barangkali tidak dapat kita rasakan hingga saat ini adalah bentuk
piramida silang Monas jika dilihat dari udara.
Sebelum adanya aplikasi Google
Earth, tak banyak manusia yang dapat menyaksikan simbol pagan masyarakat
purba (dan modern) dengan seksama seperti saat ini. Sebagai
perbandingan, arahkan kursor peta Google Earth tepat di atas Piramida
Giza di Kairo, Mesir. Kemudian alihkan kursor ke kota Jakarta tepat di
atas komplek Tugu Monas. Jika silang Monas yang tampak dari atas
tersebut kita anggap sebagai sisi-sisi piramida dan Tugu Monas yang
berada tepat di tengahnya sebagai puncak piramida, terlihat ada kesamaan
bentuk dan konsep antara Piramida Giza di Mesir dan ‘Piramida Monas’di
Indonesia.
0 komentar: