SOS, Si Jenius penghuni Jalan Pungkur Bandung...!!!
DUKUN CAI...yang jenius..dari Bandung
Kata-kata jenius seringkali ditujukan pada orang-orang yang memiliki
kemampuan luarbiasa dalam menyerap dan melakukan sesuatu yang dianggap
sulit untuk ditiru orang kebanyakan.
Seperti Albert Enstein di bidang sains, Salvador Dali di bidang seni
surrealis, Derek Trucks kecil di Blues Rock, serta Zinedine Zidane di
sepakbola.
Orang-orang tersebut dianugerahi kemampuan luarbiasa dalam menyerap dan
menganalisis bidangnya, sehingga hasil karya dan skill nya berada di
kualitas yang sulit disamai.
Indonesia pun mempunyai jenius-jeniusnya sendiri, seperti BJ Habibie di
bidang aerodinamika, Indra Lesmana di Jazz, Soekarno dengan
orasi-orasinya serta Indra Pratama dengan kemampuan tidur dan kentutnya.
Namun sejarah populer negeri ini jarang yang mengenal jenius yang satu
ini. Seorang pria tampan yang merupakan orang nusantara pertama yang
berkuliah di luar negeri, menguasai 20-an bahasa asing, hingga nusantara
pertama yang menjadi penerjemah tunggal Liga Bangsa-Bangsa (League of
Nations).
Orang ini bernama Raden Mas Panji Sosrokartono, putra bupati Jepara R.M.
Adipati Ario Sosroningrat. Jepara ? apa hubungannya sama Kartini ?. Nah
si ganteng Sosrokartono ini merupakan kakak kandung dari ibu kita Raden
Ajeng Kartini.
Sosrokartono yang di Jepara akrab dipanggil Kartono ini, sejak kecil
sudah memiliki kemampuan belajar dan analisis yang istimewa, dan konon
bisa meramal masa depan.
Setelah lulus Eropesche Lagere School di Jepara, ia melanjutkan
pendidikannya ke H.B.S. di Semarang. Nah dari sinilah CV akademiknya
melambung jauh ketika ia melanjutkan sekolah ke Leiden, Belanda tahun
1898.
Mula-mula ia diterima di sekolah Teknik Tinggi, tetapi karena cocok,
terus pindah ke Jurusan Bahasa dan Kesusastraan Timur. Beliau tercatat
sebagai mahasiswa pribumi pertama, yang membuka jalan bagi bumiputera2
lain yang ingin melanjutkan sekolah tinggi di luar Hindia-Belanda.
Pembimbing utama Kartono di Leiden adalah Profesor Dr Johan Hendrik
Kern, seorang Orientalis. Ia segera menjadi murid kesayangan Kern. Meski
baru pindah kampus, Kern sudah menyuruhnya bicara di Kongres Sastra
Belanda di Gent, Belgia, pada September 1899.
Kartono membawakan pidato Het Nederlandsch in Indie (Bahasa Belanda di
Hindia Belanda). Seruan patriotik agar Belanda mengajarkan bahasanya
lebih luas bagi rakyat Jawa itu dimuat di majalah bulanan Neerlandia
sebulan kemudian. Mantap!
Kisah gemilang mas Kartono ini berlanjut setelah ia lulus dan memperoleh
gelar Docterandus in de Oostersche Talen dari Perguruan Tinggi Leiden.
Ia pun berkeliling Eropa untuk mencari pekerjaan.
Kemampuan luar biasanya dalam mempelajari bahasa sangat membantunya.
Pada tahun 1917, koran Amerika The New York Herald Tribune,yang
menerbitkan edisi internasionalnya International Herald Tribune di kota
Wina, Ibukota Austria, membuka lowongan kerja sebagai wartawan perang
untuk meliput Perang Dunia I.
Salah satu tes adalah menyingkat-padatkan sebuah berita dalam bahasa
Perancis yang panjangnya satu kolom menjadi berita yang terdiri atas
kurang lebih 30 kata, dan harus ditulis dalam 4 bahasa yaitu Inggris,
Spanyol, Rusia dan Perancis sendiri.
Kartono, tentunya satu-satunya putra nusantara yang ikut melamar,
berhasil memeras berita itu menjadi 27 kata, sedangkan para pelamar
lainnya lebih dari 30 kata, sehingga akhirnya ia terpilih sebagai
wartawan perang surat kabar bergengsi tersebut. Konon beliau semasa
hidupnya menguasai 24 bahasa asing (termasuk bahasa Basque) serta 10
bahasa nusantara. . Bahkan ada yang bilang bahasa asing yang dikuasainya
bukanlah 24 tetapi 27 bahasa!.
Salah satu prestasi gemilang beliau di Herald Tribune adalah ketika
berhasil memberitakan perundingan rahasia Jerman dan Perancis di akhir
PD I, sebelum perjanjian Versailles direncanakan. Konon beliau bisa
dapat berita super rahasia ini karena beliau-lah penerjemah perundingan
maha penting itu. Ciri khas tulisan beliau adalah selalu anonim, hanya
mencantumkan tiga buah bintang di akhir tulisannya.
Dari prestasinya tersebut, beliau pun ditarik oleh Winston Churchill cs,
menjadi penerjemah tunggal League of Nations alias Liga Bangsa-Bangsa,
pendahulu dari PBB. Sebuah prestasi yang bukan main-main. Bahkan
Muhammad Hatta dalam Memoir menulis bahwa pendapatan Sosrokartono pada
masa itu mencapai US$ 1.250 per bulan dan beliau biasa bergaul dengan
para cendikiawan dan bangsawan Eropa.
“Dengan gaji sebanyak itu, ia dapat hidup sebagai miliuner di Wina,”
tulis Hatta (meskipun ada beberapa kontroversi ttg kekayaan beliau, ada
yang menyebutkan bahwa itu berasal dari hasil berhutang.). Beliau pun
akhirnya mendapat berbagai julukan, antara lain De Mooie Sos atau Sos
yang ganteng, dan De Javanese Prins atau Pangeran dari tanah Jawa.
Namun selain kejeniusan dan kesuksesan akademik beliau, kepintaran
kebatinan beliau pun tersohor. Seorang dokter di Jenewa, Swiss, pernah
dibuat ternganga ketika hanya dengan segelas air putih yang dibacakan
doa, Kartono bisa menyembuhkan seorang gadi perempuan yang sudah
sakaratul maut. Bakat inilah yang nantinya membuat beliau terkenal di
kota Bandung sebagai orang pintar alias paranormal (dan orang2 tua kita
sering menjulukinya sebagai "Dukun Cai").
Ia disebut ikut mendirikan Indische Vereeniging di Belanda pada awal
abad ke-20 itu. Solichin Salam mengutip dokumen pendirian Indische pada
1908 berubah nama menjadi Indonesische Vereeniging (1922) dan
Perhimpunan Indonesia (1925) yang membubuhkan nama Sosrokartono bersama
Hussein Djajadiningrat, Noto Soeroto, Notodiningrat, dan Soemitro
Kolopaking di antaranya. Meskipun dalam Memoir fakta ini dibantah oleh
Hatta.
Sosrokartono
Petualangannya di Eropa berakhir pada tahun 1925, ia pun kembali ke
tanah air. Ia ingin mendirikan sekolah sebagaimana dicita-citakan
Kartini. Ia juga ingin mendirikan perpustakaan. Untuk menghimpun modal,
setelah gagal melamar menjadi koresponden The New York Herald untuk
Hindia Belanda akibat koran itu sudah berganti pemilik dan merger dengan
koran lain, Kartono kemudian menggalang dukungan dari kelompok
pergerakan di Indonesia.
Ia menemui Ki Hajar Dewantara. Keluarga Bapak pendidikan itu lalu
mempersilakan Kartono membangun perpustakaan di gedung Taman Siswa
Bandung. Ia pun diangkat menjadi kepala Sekolah Menengah. Dengan
demikian beliau pun menjadi salah satu pelopor pendidikan pribumi di
tanah air.
Di sisi lain, kemampuan pengobatan alternatifnya seakan menemui
tempatnya di Bandung. Kepercayaan lokal yang meyakini adanya media
pengobatan diluar rasio-medis membuat Kartono laku keras sebagai seorang
“dokter” alternatif. Di sebuah rumah panggung berbentuk L di Jalan
Pungkur no.7, Bandung (sekarang tepat di seberang terminat Kebon
Kalapa.), ia mendirikan rumah pengobatan Darussalam.
Sekarang pondok pengobatan milik Kartono diperkirakan menempati deretan
bangunan yang kini sudah berubah menjadi toko listrik, swalayan di
Gedung Mansion, serta sebuah apotek yang terletak di sudut Jalan Pungkur
dan Jalan Dewi Sartika Bandung. Pondok itu juga merangkap perpustakaan
milik pribadi beliau. Di perpustakaan pondok ini ini pula Ir.Soekarno
sering datang dan berdiskusi dengan Kartono baik dalam masalah bangsa
maupun masalah kebatinan.
Beliau menekuni bidang kebatinan dan pendidikan ini hingga akhir
hayatnya tahun 1951. Meninggal di Bandung, jenazah beliau dibawa ke
Jepara dan dimakamkan di pemakaman keluarga. Makam beliau seringkali
diziarahi oleh orang-orang yang tertarik pada ilmu kebatinan Jawa.
Sumber :
=Xendro. 2007. R.M Panji Sosrokartono. . 07/05/2010.
=Kurie Suditomo. 2006. Wartawan Mooie dari Hindia Belanda. . 10/05/2010.
=Agung Prasetyo. 2010. Biografi RMP Sosrokartono. . 07/05/2010.
Foto :
=Stevie. Posted in http://stevyhanny.blogspot.com/2010/03/raden-mas-panji-sosrokartono.html
=Apriadi. http://ujiarso.multiply.com/.
0 komentar: